Adzan isya’ mengalun lembut di
antara sela bulir-bulir hujan dan membawaku keluar dari dunia mimpi memabukkan
itu. Setelah kukerjapkan beberapa kali, akhirnya bola mata ini mau juga melihat
cahaya neon putih yang mulai menguning. Mungkin karena kepalaku masih belum
terbiasa. Tapi, tidak. Setidaknya aku harus bangkit dan mengambil air wudlu
meskipun setelah semua hal yang kulalui beberapa hari kemarin. Aku sudah
bertekad dan berjanji kepadaNya tidak akan meninggalkan kewajiban ini. Aku
pasti akan malu apabila bertemu denganNya kelak. Lagipula, setelah mimpi itu, aku ingin
meminta pendapatNya.
Menengadahkan tangan memang
mudah, apalagi itu untuk diri kita sendiri. Tapi, mencari jawaban yang
diinginkan dariNya seperti mencari jerami di tumpukan jarum. Kau tidak akan
bisa melihat apabila matamu buta sebelah. Bahkan, mata normal pun bisa sulit
melihanya. Tapi, untuk kali ini hanya itu yang bisa kulakukan. Mungkin untuk
pertama kalinya aku berlinang untuk hal yang benar-benar menyangkut masa depanku.
Bahkan jika ini berarti aku egois. Tapi, kurasa semua manusia egois.
Aku hanya berharap padaNya untuk
menuntunku kepada belahan hati lain apabila itu memang layak waktunya.
Memalukan sekali. Hanya untuk urusan seperti ini aku sampai berlinang. Bahkan
umurku pun belum genap kepala dua. Ini gara-gara mimpi itu. Mimpi yang dirasuki
dia. Apalah artinya dia bagiku sampai membuatku berlinang kepadaNya? Hanya
karena ucapan dan sikap lembutnya? Atau karena aku yang menjadi terlalu lemah
padanya? Entahlah.
Ya, entahlah. Karena itu aku
meminta pendapatNya. Tapi, seperti yang kukatakan, ini bagai mencari jerami di
tumpukan jarum. Kau harus menjadi cukup jeli. Jika terlalu terlena, kau akan
terperosok. Namun, jika terlalu hati-hati kau tidak akan mendapat apa pun kecuali
penyesalan. Tapi, sudahlah. Hanya bisa kuserahkan pada yang mengatur awan.
*******************************************************
Aku menangis? Di depannya? Pada
waktu yang seharusnya aku tertawa ataupun memukulnya manja? Mungkin ini jerami
di tumpukan jarum itu. Dia mengatakannya dengan begitu gentle. Inilah alasan mengapa aku sempat mengadukan dirinya pada
Dia. Dan aku menangis.
Ayolah, aku menjadi terlalu
lemah di depannya. Ini tidak akan berjalan sama dengan yang dulu. Aku hanya
harus mencoba berkeyakinan padanya karena Dia. Karena dari awal ini tidak akan
mudah, aku hanya harus percaya.
Beberapa orang mungkin akan
mengendusku seperti sesuatu yang ganjil, tapi aku dan dia sudah berkomitmen,
bukan? Bahkan mungkin dari orang-orang itu ada yang mengepalkan tangan padaku.
Tapi, kami sudah bukan anak ingusan yang hanya tahu menggigit jari. Semua akan
berjalan seiring waktu. Karena ini adalah jawaban dari jerami dalan tumpukan
jarum. Aku hanya perlu menjaga jerami itu tidak terbakar panasnya matahari.
**************************************
END
0 komentar:
Posting Komentar