RSS

6/06/2014

Linangan




                Adzan isya’ mengalun lembut di antara sela bulir-bulir hujan dan membawaku keluar dari dunia mimpi memabukkan itu. Setelah kukerjapkan beberapa kali, akhirnya bola mata ini mau juga melihat cahaya neon putih yang mulai menguning. Mungkin karena kepalaku masih belum terbiasa. Tapi, tidak. Setidaknya aku harus bangkit dan mengambil air wudlu meskipun setelah semua hal yang kulalui beberapa hari kemarin. Aku sudah bertekad dan berjanji kepadaNya tidak akan meninggalkan kewajiban ini. Aku pasti akan malu apabila bertemu denganNya kelak.  Lagipula, setelah mimpi itu, aku ingin meminta pendapatNya.
                Menengadahkan tangan memang mudah, apalagi itu untuk diri kita sendiri. Tapi, mencari jawaban yang diinginkan dariNya seperti mencari jerami di tumpukan jarum. Kau tidak akan bisa melihat apabila matamu buta sebelah. Bahkan, mata normal pun bisa sulit melihanya. Tapi, untuk kali ini hanya itu yang bisa kulakukan. Mungkin untuk pertama kalinya aku berlinang untuk hal yang benar-benar menyangkut masa depanku. Bahkan jika ini berarti aku egois. Tapi, kurasa semua manusia egois.
                Aku hanya berharap padaNya untuk menuntunku kepada belahan hati lain apabila itu memang layak waktunya. Memalukan sekali. Hanya untuk urusan seperti ini aku sampai berlinang. Bahkan umurku pun belum genap kepala dua. Ini gara-gara mimpi itu. Mimpi yang dirasuki dia. Apalah artinya dia bagiku sampai membuatku berlinang kepadaNya? Hanya karena ucapan dan sikap lembutnya? Atau karena aku yang menjadi terlalu lemah padanya? Entahlah.
                Ya, entahlah. Karena itu aku meminta pendapatNya. Tapi, seperti yang kukatakan, ini bagai mencari jerami di tumpukan jarum. Kau harus menjadi cukup jeli. Jika terlalu terlena, kau akan terperosok. Namun, jika terlalu hati-hati kau tidak akan mendapat apa pun kecuali penyesalan. Tapi, sudahlah. Hanya bisa kuserahkan pada yang mengatur awan.
*******************************************************
                Aku menangis? Di depannya? Pada waktu yang seharusnya aku tertawa ataupun memukulnya manja? Mungkin ini jerami di tumpukan jarum itu. Dia mengatakannya dengan begitu gentle. Inilah alasan mengapa aku sempat mengadukan dirinya pada Dia. Dan aku menangis.
                Ayolah, aku menjadi terlalu lemah di depannya. Ini tidak akan berjalan sama dengan yang dulu. Aku hanya harus mencoba berkeyakinan padanya karena Dia. Karena dari awal ini tidak akan mudah, aku hanya harus percaya.
                Beberapa orang mungkin akan mengendusku seperti sesuatu yang ganjil, tapi aku dan dia sudah berkomitmen, bukan? Bahkan mungkin dari orang-orang itu ada yang mengepalkan tangan padaku. Tapi, kami sudah bukan anak ingusan yang hanya tahu menggigit jari. Semua akan berjalan seiring waktu. Karena ini adalah jawaban dari jerami dalan tumpukan jarum. Aku hanya perlu menjaga jerami itu tidak terbakar panasnya matahari.
**************************************
END

                 

0 komentar:

Posting Komentar